Rabu, 13 November 2013

Sirkulasi Darah Dalam Jantung

Assalamualaikum..Wr.. Wb.. Selamat siang sahabt bloger saya senang say bisa nulis lagi disini kaliini saya aka menuliskan atau berbagi ilmu tentang “Sirkulasi darah dalam jantung” semoga ini bermanfaat bagi semuanya dan khususnya bagi saya dan barudak keperawatan lainnya.. Amiiin.. Ok langsung aja Yang pertama Darah Dari seluruh tubuh masuk ke Vena Kapa Superior+ Inperior Masuk ke Atrium Kanan Masuk ke Katup Tripuspidalis Masuk ke Pentrikel Kanan Melewati Katup Pulmunal dari situ masuk ke Arteri Pulmonal Masuk Ke Atrium Kiri masuk ke Bikuspidalis Masuk Ke Pentrikel Kiri Masuk Ke Aorta..
Itulah dapat saya samapaikan mohon maaf bila ada kekurangan..

Selasa, 04 Juni 2013

ASUHAN KEPERAWATAN LINTAS BUDAYA DENGAN KASUS DENGUE HEMORAGIK FEVER ( DHF )


Oleh
Nomor Kelompok        : 3 (Tiga)
Ketua Kelompok          : Budi Mulyana          (201233022)
Seketaris                      : Abdul Somad           (201233034)
Anggota Kelompok      : 1. Bernadeta Gobai  (201133051)
  2. Diana Aprilia        (201233031)
  3. Marieta Saraswati (201233039)
  4. Nor Anila Sari      (201233029)

Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu – Ilmu Kesehatan
Universitas Esa Unggul
Jakarta
2013
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Masyarakat membutuhkan pelayanan kesehatan termasuk kualitas asuhan keperawatan yang baik di Jaman globalisasi ini. Dengan adanya globalisasi ini perpindahan penduduk semakin besar mengakibatkan adanya pergeseran dalam asuhan keperawatan. Keperawatan sebagai profesi mempunyai landasan body of knowledge yang kuat yang dapat dikembangkan serta diaplikasikan dalam praktek keperawatan.
Penduduk dari kelompok sosiokultural yang berbeda akan mempunyai perbedaan budaya, kepercayaan, tata nilai dan gaya hidup. Beberapa faktor tersebut secara bermakna akan mempengaruhi cara individu merespon terhadap masalah keperawatan, terhadap pemberi pelayanan keperawatan dan terhadap keperawatan itu sendiri. Jika faktor tersebut tidak dipahami dan dihargai oleh pemberi pelayanan kesehatan, maka pelayanan keperawatan yang diberikan mungkin menjadi tidak efektif. keragaman budaya akan menjadi jelas, bahwa pebedaan budaya harus dipertimbangkan, dipahami dan dihargai. dan pelayanan keperawatan yang diberikan harus sesuai dengan budaya yang dimiliki. Hal ini merupakan tantangan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan transkultural atau lintas budaya dengan perspektif global, yang didasari oleh teori Transcultural Nursing.
Transkultural nursing atau keperawatan lintas budaya adalah suatu area formal keilmuan dan praktik yang memfokuskan adanya perbedaan dan kesamaan dari budaya, kepercayaan, nilai-nilai dan cara hidup, untuk memberikan asuhan keperawatan yang kongruen secara budaya pada semua orang dengan latar belakang budaya berbeda, sehingga menjadi berarti dan bermanfaat bagi pelayanan kesehatan begitu juga dalam pemberian asuhan keperawatan (Leininger,2002). Proses keperawatan merupakan satu pendekatan untuk pemecahan masalah yang memungkinkan perawat dapat mengatur dan memberikan asuhan keperawatan (Potter & Perry, 2005). Proses keperawatan terdiri dari lima tahap, yakni: Pengkajian, Diagnosis Keperawatan, Perencanaan, Pelaksanaan.
1.2    Tujuan
          1.2.1   Tujuan Umum
Tujuannya untuk mengembangkan sains dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur yang spesifik dan universal (Leningger, 1978) dan dapat memahami tentang perspektif transkultural dalam keperawatan berkenaan dengan globalisasi dan pelayanan kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan bagi pasien menjelang dan saat kematian.
            1.2.2   Tujuan Khusus
1.2.2.1       Mahasiswa mampu memaparkan perspektif keperawatan transkultural dalam perawatan Pasien DHF
1.2.2.2       Mahasiswa mampu memaparkan asuhan keperawatan transkultural dalam masalah DHF
1.2.2.3       Mahasiswa mampu memaparkan penyelesaian kasus mengenai peran perawat bila dihadapkan pada situasi tersebut dan hal yang sebaiknya dilakukan perawat untuk membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan

BAB 2  TINJAUAN TEORI
2.1 Teori Menurut Medeline Leningger
2.1.1 Pengertian
Keperawatan transkultural adalah ilmu dengan kiat yang humanis yang difokuskan pada perilaku individu/kelompok serta proses untuk mempertahankan atau meningkatkan perilaku sehat atau sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya. Sedangkan menurut Leinenger (1978), keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang berfokus pada analisa dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya. Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang dapat dikembangkan dan diaplikasikan dalam praktek keperawatan.
Teori transkultural dari keperawatan berasal dari disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konteks atau konsep keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai cultural yang melekat dalam masyarakat. Menurut Leinenger, sangat penting memperhatikan keragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya
2.1.2 Konsep Keperawatan Lintas Budaya
2.1.2.1 Budaya
Budaya adalah keseluruhan komplek yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, dan setiap kemampuan lain dari kebiasaan yang diperolah manusia sebagai anggota masyarakat (Taylor, 1871)
2.1.2.2 Nilai budaya
Nilai adalah persepsi dari apa yang baik atau berguna. Nilai budaya adalah setiap manusia mempunyai persepsi budaya mana yang baik dan berguna untuk dirinya dan orang lain. Keinginan individu untuk tindakan yang lebih diinginkan atau suatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu untuk melandasi tindakan dan keputusan
2.1.2.3 Etnosentris
Budaya yang dimiliki oleh orang lain dan menganggap budayanya  yang terbaik.
2.1.2.4 Etnis
Etnis adalah seperangkat kondisi spesifik yang dimiliki oleh kelompok tertentu. Sekelompok etnis adalah sekumpulan individu yang mempunyai budaya dan sosial yang unik serta menurunkannya kepada generasi berikutnya (Handersen dan Primeaux, 1981)
2.1.2.5 Ras
Ras adalah sistem pengklasifikasian manusia berdasarkan karakteristik fisik, pigmentasi, dan bentuk tubuh. Ada 3 ras yang umumnya dikenal, yaitu kuakasoid, negroid, dan mongoloid.
2.1.2.6 Etnografi
Etnografi adalah kajian tentang kehidupan dan kebudayaan suatu masyarakat atau etnik, misalnya tentang adat istiadat, kebiasan, hukum, seni, religi, dan bahasa. Pendekatan metodologi pada penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada pemberdayaan budaya setiap individu.
2.1.2.7 Care
Fenomena yang berhubungan dengan bimbingan bantuan, dukungan perilaku pada individu, keluarga dan kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia
2.1.2.8 Caring
Tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia
2.1.2.9 Culture care
Kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi digunakan untuk membimbing, mendukung atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat dan berkembang bertahan hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai
2.1.2.11 Cultural imposition
Kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktek dan nilai karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi dari kelompok lain.
2.1.3 Model Sunrise Keperawatan Lintas Budaya
Add caption

          The Sunrise Model ( Model matahari terbit)
Sunrise Model dari teori Leininger dapat dilihat pada gambar di atas. Matahari terbit sebagai lambang / symbol perawatan. Suatu kekuatan untuk memulai pada puncak dari model ini dengan pandangan dunia dan keistimewaan struktur sosial untuk mempertimbangkan arah yang membuka pikiran yang mana ini dapat mempengaruhi kesehatan dan perawatan atau menjadi dasar untuk menyelidiki berfokus pada keperawatan profesional dan sistem perawatan kesehatan secara umum. Anak panah berarti mempengaruhi tetapi tidak menjadi penyebab atau garis hubungan. Garis putus-putus pada model ini mengindikasikan sistem terbuka. Model ini menggambarkan bahwa tubuh manusia tidak terpisahkan / tidak dapat dipisahkan dari budaya mereka.
Suatu hal yang perlu diketahui  bahwa masalah dan intervensi keperawatan tidak tampak pada teori dan model ini. Tujuan yang hendak dikemukakan oleh Leininger adalah agar  seluruh terminologi tersebut dapat  diasosiasikan oleh perawatan profesional lainya. Intervensi keperawatan ini dipilih tanpa menilai cara hidup klien  atau nilai-nilai  yang akan dipersepsikan sebagai suatu gangguan, demikian juga masalah keperawatan tidak selalu sesuai dengan apa yang menjadi pandangan klien. Model ini merupakan suatu alat yang produktif untuk memberikan panduan  dalam pengkajian dan perawatan yang sejalan dengan kebudayan serta  penelitian ilmiah.

2.1.4 Paradigma Keperawatan Lintas Budaya
Paradigma transcultural nursing (Leininger 1985) , adalah cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam asuhan keperawatan yang sesuai  latar belakang budaya, terhadap 4 konsep sentral keperawatan yaitu :
2.1.4.1 Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).
2.1.4.2 Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif (Andrew and Boyle, 1995).
2.1.4.3 Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.
2.1.4.4 Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan / mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).
2.2 Proses Keperawatan Lintas Budaya
2.2.1 Pengkajian Keperawatan Lintas Budaya
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien ( Giger and Davidhizar, 1995). Perawat harus memberikan perawatan yang sensitif dan kompeten secara kultural kepada individu, keluarga, kelompok, dan komunitas. Satu cara di mana berkembang sensitivitas dan penghargaan terhadap individu, keluarga, kelompok, komunitas tertentu adalah ketika perawat keluar dan menyaksikan kehidupan sehari – hari dari individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat tersebut Peran perawat dalam transkultural nursing yaitu menjembatani antara sistem perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan melalui asuhan keperawatan.
Tujuan dari pengkajian keperawatan lintas budaya adalah menetapkan data dasar tentang kebutuhan, masalah kesehatan, pengalaman yang berkaitan, praktek kesehatan, nilai dan gaya hidup yang dilakukan klien.
Prinsip – prinsip pengkajian yaitu Jangan menggunakan asumsi, Jangan membuat streotif bisa menjadi konflik (misalnya: orang Padang pelit,orang Jawa halus), Menerima dan memahami metode komunikasi, Menghargai perbedaan individual, Tidak boleh membeda-bedakan keyakinan klien, Menyediakan privacy terkait kebutuhan pribadi.
2.2.1.1 Faktor teknologi (technological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji: Persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternative dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan ini.
2.2.1.2 Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors )
Agama adalah suatu symbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk mendapatkan kebenaran diatas segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
2.2.1.3 Faktos sosial dan keterikatan keluarga ( kinshop and Social factors )
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
2.2.1.4 Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways )
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang di anggap baik atau buruk. Norma –norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu di kaji pada factor ini adalah posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari- hari dan kebiasaan membersihkan diri.
2.2.1.5 Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors )
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995 ). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
2.2.1.6 Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat dirumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga.
2.2.1.7 Faktor pendidikan ( educational factors )
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sedikitnya sehingga tidak terulang kembali
2.2.2 Diagnosa Keperawatan Lintas Budaya
            Pengkajian memberdayakan perawat untuk mengelompokan data yang relavan dan mengembangkan diagnosa keperawatan potensial dan aktual yang berhubungan dengan kebutuhan kultural dan etnik klien. Selain itu diagnosa keperawatan harus menyatakan penyebab yang mungkin. Identifikasi terhadap penyebab masalah lebih jauh mengindividualisasikan rencana asuhan keperawatan dan mendorong pemilihan intervensi yang sesuai. Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995).  Terdapat tiga diagnosa keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
2.2.3 Intervensi Keperawatan Lintas Budaya
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut. suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat. Ada 3 komponen dalam perencanaan keperawatan cara pertama Cultural care preservation/maintenance adalah Mempertahankan budaya bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi yaitu dengan cara 1)    Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat, 2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien, 3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat. Cara kedua Cultural care accommodation / negotiation adalah Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang lain dengan cara 1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien, 2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan, 3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik. Cara ketiga Cultual care repartening/reconstruction adalah Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut dengan cara 1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan melaksanakannya, 2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok, 3) Gunakan pihak ketiga bila perlu, 4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua, 5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan.

2.2.4 Implementasi Keperawatan Lintas Budaya
pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ketika menetapkan tujuan dan hasil yang diharapkan perawatan dan merencanakan intervensi spesifik, perawat sekali lagi mempertimbangkan variabel kultural karena variabel ini berkaitan dengan klien. Keluarga besar harus dilibatkan dalam perawatan, misalnya jika keluarga merupakan kelompok pendukung terkuat klien. Praktik dan keyakinan kultural, seperti penggunaan doa khusus dan jimat, dapat diterapkan kedalam terapi (berg & berg, 1989). Warisan budaya kultural klien, tingkat pendidikan, dan keterampilan berbahasa harus dipertimbangkan ketika merencanakan aktivitas penyuluhan. Untuk menghindari kebingunan, kesalahpahaman, atau konflik kultural, penjelasan aspek asuhan yang biasanya tidak dinyatakan oleh klien yang menyesuaikan diri mungkin perlu bagi klien yang tidak berbicara dalam bahasa perawat atau bagi mereka yang dapat menyesuaikan diri (DeSantis, Thomas, 1990). Perawat mungkin harus merubah cara berinteraksi untuk menghindari perlawanan klien dengan sikap berbeda yang ditunjukan dengan etiket dan interaksi sosial. Misalnya, klien yang ramah dan sadar mengenai tubuhnya mungkin membutuhkan persiapan psokologis sebelum suatu prosedur atau pemeriksaan yang biasanya dipandang rutin (misalnya melakukan ronsen dada atau EKG)
2.2.5 Evaluasi Keperawatan Lintas Budaya
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

BAB 3 PEMBAHASAN
3.1  Kasus
Ny. H seorang ibu rumah tangga yang berusia 24 tahun datang dari UGD ke ruang perawatan penyakit dalam bersama perawat, suami, dan anaknya. dengan keluhan Ny. H adalah badannya terasa panas sudah 3 hari, kepala terasa sakit, mual, muntah, tidak nafsu makan dan lemas. Pendidikan terakhir Ny. H adalah SMP (MTS). Ny. H beragama Islam, iya berpandangan bahwa sakitnya karena ujian dari Allah SWT. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh perawat didapatkan TTV TD 100/ 70 mmHg, suhu 38o C, Nadi 60 x/mnt, pernafasan 17 x/ mnt, bercak merah pada kulit, uji bendung positif, terdapat hematomegali dan hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan Ht > 20 %, penurunan trombosit < 50 Rb/ul, dan penurunan leokosit sampai 4 rb/ul . dan dokter mendiagnoasa Ny. H DHF. Dokter menyarankan Ny. H harus dirawat kurang lebih 5 hari dan harus melakukan transfusi trombosit sampai pada keadaan normal karena penurunan trombosit yang rendah. Ny. H langsung menolak setelah mendengar bahwa dirinya harus melakukan tranfusi trombosit dengan alasan dalam kepercayaan dan budayanya yaitu suku kalimantan tidak boleh menerima tranfusi dari orang lain. Ny. H jarang memeriksakan dirinya ke rumah sakit Akan tetapi Ny. H pernah jatuh sakit dan hanya berobat keklinik dokter saja. Sesekali dokter pernah menyarankan pemeriksaan berlanjut ke laboratorium namun Ny. H mengabaikannya dengan alasan kedokterpun sudah bisa sembuh. Dalam biaya pengobatan Ny. H dan suaminya tidak ada masalah karena Ny. H dan suaminya sudah mempunyai tabungan. Ny. H dan keluarga mempunyai kebiasaan makan sehari – hari adalah makanan hewani jarang memakan makanan nabati. Makanan yang dipantang adalah daging baby.
3.2  Anatomi dan Fisiologi
Gambar 2 : Sistem Pencernaan

3.1.1   Anatomi
3.1.1.1       Mulut
3.1.1.2       Faring (Tekak)
3.1.1.3       Esofagus ( kerongkongan)
3.1.1.4       Stomach ( Lambung )
3.1.1.5       Intestinum Minor ( Usus Halus )
3.2.1.5.1     Duodenum ( Usus 12 Jari )
3.2.1.5.2     Jejenum
3.2.1.5.3     Ileum
3.2.1.6       Pankreas
3.2.1.7       Kandung dan saluran empedu
3.2.1.8       Cekum
3.2.1.9       Apendik ( Usus Buntu )
3.2.1.10   Intestinum Mayor ( Usus Besar )
3.2.1.10.1 Asendens ( Usus Naik )
3.2.1.10.2 Transversal ( Usus Mendatar )
3.2.1.10.3 Desenden ( Usus Turun )
3.2.1.11   Rectum
3.2.1.12   Anus
3.2.2   Fisiologi
Pertama-tama, pencernaan dilakukan oleh mulut. Disini dilakukan pencernaan mekanik yaitu proses mengunyah makanan menggunakan gigi dan pencernaan kimiawi menggunakan enzim ptialin (amilase). Enzim ptialin berfungsi mengubah makanan dalam mulut yang mengandung zat karbohidrat (amilum) menjadi gula sederhana (maltosa). Maltosa mudah dicerna oleh organ pencernaan selanjutnya. Enzim ptialin bekerja dengan baik pada pH antara 6,8 – 7 dan suhu 37oC. Makanan selanjutnya dibawa menuju lambung dan melewati kerongkongan. Makanan bisa turun ke lambung karena adanya kontraksi otot-otot di kerongkongan. Di lambung, makanan akan melalui proses pencernaan kimiawi menggunakan zat/enzim sebagai berikut:
Renin, berfungsi mengendapkan protein pada susu (kasein) dari air susu (ASI). Hanya dimiliki oleh bayi.
Pepsin, berfungsi untuk memecah protein menjadi pepton.
HCl (asam klorida), berfungsi untuk mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin. Sebagai disinfektan, serta merangsang pengeluaran hormon sekretin dan kolesistokinin pada usus halus.
Lipase, berfungsi untuk memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Namun lipase yang dihasilkan sangat sedikit. Setelah makanan diproses di lambung yang membutuhkan waktu sekitar 3 – 4 jam, makanan akan dibawa menuju usus dua belas jari. Pada usus dua belas jari terdapat enzim-enzim berikut yang berasal dari pankreas:
Amilase. Yaitu enzim yang mengubah zat tepung (amilum) menjadi gula lebih sederhana (maltosa).
Lipase. Yaitu enzim yang mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
Tripsinogen. Jika belum aktif, maka akan diaktifkan menjadi tripsin, yaitu enzim yang mengubah protein dan pepton menjadi dipeptida dan asam amino yang siap diserap oleh usus halus.
Selain itu, terdapat juga empedu. Empedu dihasilkan oleh hati dan ditampung di dalam kantung empedu. Selanjutnya, empedu dialirkan melalui saluran empedu ke usus dua belas jari. Empedu mengandung garam-garam empedu dan zat warna empedu (bilirubin). Garam empedu berfungsi mengemulsikan lemak. Zat warna empedu berwarna kecoklatan, dan dihasilkan dengan cara merombak sel darah merah yang telah tua di hati. Empedu merupakan hasil ekskresi di dalam hati. Zat warna empedu memberikan ciri warna cokelat pada feses.
Selanjutnya makanan dibawa menuju usus halus. Di dalam usus halus terjadi proses pencernaan kimiawi dengan melibatkan berbagai enzim pencernaan. Karbohidrat dicerna menjadi glukosa. Lemak dicerna menjadi asam lemak dan gliserol, serta protein dicerna menjadi asam amino. Jadi, pada usus dua belas jari, seluruh proses pencernaan karbohidrat, lemak, dan protein diselesaikan. Selanjutnya, proses penyerapan (absorbsi) akan berlangsung di usus kosong dan sebagian besar di usus penyerap. Karbohidrat diserap dalam bentuk glukosa, lemak diserap dalam bentuk asam lemak dan gliserol, dan protein diserap dalam bentuk asam amino. Vitamin dan mineral tidak mengalami pencernaan dan dapat langsung diserap oleh usus halus.
Makanan yang tidak dicerna di usus halus, misalnya selulosa, bersama dengan lendir akan menuju ke usus besar menjadi feses. Di dalam usus besar terdapat bakteri Escherichia coli. Bakteri ini membantu dalam proses pembusukan sisa makanan menjadi feses. Selain membusukkan sisa makanan, bakteri E. coli juga menghasilkan vitamin K. Vitamin K berperan penting dalam proses pembekuan darah. Sisa makanan dalam usus besar masuk banyak mengandung air. Karena tubuh memerlukan air, maka sebagian besar air diserap kembali ke usus besar. Penyerapan kembali air merupakan fungsi penting dari usus besar. Selanjutnya sisa-sisa makanan akan dibuang melalui anus berupa feses. Proses ini dinamakan defekasi dan dilakukan dengan sadar.
Gambar 3 : Sistem Peredaran darah
3.2.3   Anatomi
3.2.3.1  Jantung
3.2.3.1.1  Atrium Dekstra ( serambi Kanan )
3.2.3.1.2  Ventrikel Dekstra ( Bilik Kanan )
3.2.3.1.3  Atrium Sinistra ( Serambi Kiri )
3.2.3.1.4  Ventrikel Sinistra ( Bilik Kiri )
3.2.3.2  Paru – Paru
3.2.3.3  Arteri
3.2.3.4  Vena
3.2.4        Fisiologi
Darah kaya Co2 masuk ke serambi kanan dari vena cava superior dan vena cava inferior melalui katup trikuspid masuk ke bilik kiri masuk ke arteri pulmonalis melalui katup semilunar pulmonal masuk ke paru – paru untuk bertukar dengan O2, darah yang kaya O2 masuk ke serambi kiri masuk ke bilik kiri melalui katup bikuspid keluar kejantung melalui katup semilunar aortik keseluruh tubuh dan kembali kejantung lagi.
3.2.5        Patofisiologi DHF ( Dengue Hemoragik Fever )

Gambar 4 : Patofisiologi DHF
Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler. Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali). Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi. Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.
3.3  Pengkajian Keperawatan Lintas Budaya
3.3.1   Faktor teknologi (tecnological factors)
3.3.1.1  Persepsi Sehat Sakit : Dalam Kasus tidak dijelaskan sehingga perawat harus mengkaji kepada pasien.
3.3.1.2  Kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan : Ny. H pernah jatuh sakit dan hanya berobat keklinik dokter saja
3.3.1.3  Alasan mencari bantuan kesehatan : klien mengatakan dengan berobat kedokterpun sudah sembuh.
3.3.1.4  Persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini : Ny. H jarang memeriksakan dirinya ke rumah sakit Akan tetapi Ny. H pernah jatuh sakit dan hanya berobat keklinik dokter saja. Sesekali dokter pernah menyarankan pemeriksaan berlanjut ke laboratorium namun Ny. H mengabaikannya dengan alasan kedokterpun sudah bisa sembuh
3.3.2   Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
3.3.2.1  Agama yang dianut : Islam
3.3.2.2  Status pernikahan : Sudah menikah
3.3.2.3  Cara pandang klien terhadap penyebab penyakit : iya berpandangan bahwa sakitnya karena ujian dari Allah SWT
3.3.2.4  Cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan : Dalam Kasus tidak dijelaskan sehingga perawat harus mengkaji kepada pasien.
3.3.3   Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
3.3.3.1  Nama lengkap : Ny. H
3.3.3.2  Nama panggilan : Ny. H
3.3.3.3  Umur : 24 tahun
3.3.3.4  Jenis kelamin : Perempuan
3.3.3.5  Status : sudah menikah
3.3.3.6  Tipe keluarga : keluarga tradisional
3.3.3.7  Pengambilan keputusan dalam keluarga : Ny. H langsung menolak setelah mendengar bahwa dirinya harus melakukan tranfusi trombosit dengan alasan dalam kepercayaan tidak boleh menerima tranfusi dari orang lain.
3.3.3.8  Hubungan klien dengan kepala keluarga : Istri
3.3.4   Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
3.3.4.1  Posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga : Seorang suami dan karyawan swasta
3.3.4.2  Bahasa yang digunakan : Istri dan suaminya menggunakan bahasa Indonesia.
3.3.4.3  Kebiasaan makan dan makanan yang dipantang dalam kondisi sakit : Ny. H dan keluarga mempunyai kebiasaan makan sehari –har makanan hewani jarang memakan makanan nabati. Makanan yang dipantang adalah daging baby.
3.3.4.4  Persepsi sakit yang berkaitan dengan aktivitas sehari – hari : Dalam Kasus tidak dijelaskan sehingga perawat harus mengkaji kepada pasien.
3.3.5   Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
3.3.5.1  Peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan
jam berkunjung :
didalam kasus tidak tercamtum akan tetapi berdasarkan kebijakan beberapa  rumah sakait jam berkunjung Pertama, di pagi hari yang di mulai pukul 10.00 sampai 12.00. Serta sore hari yang dimulai pukul 16.00 sampai 18.00. Untuk mengefektifkan jam kunjungan tersebut, kini rumah sakit menertibkannya dengan menempatkan petugas di seluruh pintu masuk.
3.3.5.2  Jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu : berdasarkan kebijakan beberapa rumah sakit jumlah keluarga yang boleh menunggu tidak lebih dari 2 orang.
3.3.5.3  Cara pembayaran untuk perawatan : Dalam Kasus tidak dijelaskan sehingga perawat harus mengkaji kepada pasien.
3.3.6   Faktor ekonomi (economical factors)
3.3.6.1  Pekerjaan klien : ibu rumah tangga
3.3.6.2  Sumber biaya pengobatan : tabungan kelurga
3.3.6.3  Tabungan ynag dimiliki oleh keluarga : Dalam Kasus tidak dijelaskan sehingga perawat harus mengkaji kepada pasien.
3.3.7   Faktor pendidikan (educational factors)
3.3.7.1  Tingkat pendidikan klien : SMP
3.3.7.2  Jenis pendidikan : MTS

3.4    Diagnosa Keperawatan Lintas Budaya
3.4.1   Rumusan Diagnosa Keperawatan Lintas Budaya
3.4.1.1       Resiko tinggi : Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak ade kuat.
3.4.1.2       Ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai budaya yang diyakini.
3.4.2   Data Subyektif dan Data Obyektif
3.4.2.1 Resiko tinggi : Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh  berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak ade kuat.
DS : Pasein mengatakan perutnya terasa mual, muntah, tidak nafsu makan dan lemas
DO : Perawat melakukan pemeriksaan fisik dan didapatkan hepatomegali.
3.4.2.2       Ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan sistem nilai budaya yang diyakini.
DS : Pasien mengatakan dirinya tidak ingin dilakukan trasnfusi trombosit dari orang lain.
DO : Ny. H langsung menolak setelah mendengar bahwa dirinya harus melakukan tranfusi trombosit dengan alasan dalam kepercayaan dan budayanya yaitu suku kalimantan tidak boleh transfusi dari orang lain.

3.5    Intervensi dan  Implementasi Keperawatan Lintas Budaya
Diagnosa Keperawatan No. 1
Resiko tinggi : Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak ade kuat.
Tujuan jangka panjang : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24 jam, keluhan pasien dapat diatasi.
Tujuan jangka pendek : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, klien mampu memenuhi kebutuhan nutrisi dengan makan dihabiskan 3 x 1 porsi.
Kriteria Hasil : setelah melakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat menghabiskan makanan yang disediakan rumah sakit, menunjukan penigkatan berat badan yang progresif, dan tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut.
Intervensi :
a.      lakukan pemeriksaan TTV setiap 6 jam sekali pada pukul 06.00, 12.00, 18.00, dan 24.00 WIB
b.      kaji faktor penyebab mual dan muntah yang menimbulkan tidak nafsu makan. Hal yang dikaji adalah kebiasaan sebelum makan pasien, dan makanan yang biasa dimakan pasien.
c.       Lakukan pengukuran berat badan pasien dan menghitung berat badan ideal pasien dengan rumus BB ideal = (TB – 100 ) – 10 %
d.      Anjurkan makan sedikit tapi sering seperti makan roti setiap setengah jam.
e.       Anjurkan makanan yang halus seperti makan biskuit, bubur, dan roti,
f.       Anjurkan banyak minum air mineral minimal 8 – 10 gelas / hari
g.      Kolaborasikan dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi Tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP) atau sesuai kebutuhan pasien.
h.      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian suplemen tambahan dan obat antiemetik
R/ Curcuma Syr 125 ml/5 cc No. II
           S3ddc.orig 1 P.C
R/ Inj Metoclopramide 5mg/ml No. IV
           S pro Inj
Diagnosa Keperawatan No. 2
Ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai budaya yang diyakini.
Tujuan jangka panjang : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24 jam klien mengalami peningkatan jumlah trombosit samapai 150 – 450 rb/ul.
Tujuan jangka pendek : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 jam klien mampu menunjukan keinginannya untuk dilakukan transfusi trombosit sampai nilai 50 – 100  rb/ul.
Kriteria hasil : setelah melakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat menyetujui transfusi, dan komplikasi dapat diminimalkan dan dicegah.
Intervensi :
Tanggal 20 mei 2013 pukul 09.00 WIB
a.    Lakukan identifikasi alasan menolak transfusi trombosit. Menanyakan kepada pasien mengapa tidak setuju dilakukan transfusi trombosit
b.    Bersikap tenang dan tidak terburu -  buru saat berinteraksi dengan klien.
c.    Lakukan negosiasi untuk menjelaskan dan meyakinkan kepada pasien tentang kemanfaatan pengobatan yang diberikan. Berikan penjelasan bahwa keadaan trombosit saat ini sangat rendah yang tidak dapat dilakukan dengan bantuan makanan, obat oral dan transfusi dari anggota keluarga karena harus mencari trombosit yang cocok untuk diri yang akan memakan waktu lama sehingga harus malalui transfusi trombosit yang sudah ada dirumah sakit. Apabila tidak dilakukan akan berdampak negatif bagi pasien
d.   Gunakan bahasa dan terminologi yang mudah dipahami oleh pasien.
e.    Menggunkan pihak ketiga yaitu suami atau anaknya untuk membantu meyakini transfusi trombosit.
f.     Lakukan Informed Consent apabila pasien tetap tidak ingin transfusi trombosit.
3.6    Evaluasi
Diagnosa II
Tanggal 20 mei 2013 pukul 13.00 WIB
S     : Pasien mengatakan dirinya setuju dilakukan transfusi trombosit agar suami dan istrinya dapat bahagia.
O    : wajah pasien menunjukan kesetujuannya, pasien tidak menolak ketika perawat mulai melakukan tindakan, adanya peningkatan trombosit sampai 5 rb/ul.
A    : Masalah meyakinkan klien untuk melakukan transfusi teratasi namun belum mengalami peningkatan trombosit yang cukup.
P     : Lanjutkan Intervensi Keperawatan untuk pemberian kembali transfusi trombosit 400 cc/ jam.
I      : pukul 15.00 WIB Transfusi trombosit 400 cc/jam dilakukan
E     : Pasien tampak tenang dan tidak ada penolakan untuk dilakukan transfusi trombosit kembali.
R     : kaji ulang
Diagnosa I
Tanggal 24 mei 2013 pukul 08.00 WIB
S : Pasien mengatakan dirinya sudah tidak merasakan mual, nafsu makan meningkat
O : pasien menghabiskan makanan yang disediakan dirumah sakit dan pasien tampak tenang.
A : pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi sehingga masalah teratasi.
P : lanjutkan intervensi keperawatan untuk perawatan dirumah
      anjurkan banyak makan sayur
      anjurkan berorahraga
      mengenakan pakainya panjang
      mengenakan obat penangkal ketika tidur
      membersihan kamar mandi dan bak mandi
      Tetap Menjaga kesehatan
I : 08.30 WIB Melaksanakan intervensi Keperawatan
E : pasien menerima informasi yang disampaikan dan menunjukan pemahamannya.
R : Kaji Ulang
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Keperawatan transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan keperawatan yang difokuskan kepada individu dan kelompok untuk mempertahankan, meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar belakang budaya. Dan Peran perawat dalam keperawatan lintas budaya adalah menjembatini antara budaya klien dengan budaya dalam asuhan keperawatan.

Gambar 5 : Rentang Sehat - Sakit
Sehat dan sakit adalah terdapat dalam rentang sehat sakit dimana sehat berada dalam kutub barat dan sakit berada dikutub timur. Ketika seseorang berhasil beradaptasi dengan lingkungan maka seseorag akan sehat dan sebaliknya ketika seseorang tidak berhasil beradaptasi dengan lingkungan maka seseorang akan sakit. Lingkungan disini berdasarkan faktor budayanya. Sehingga sehat sakit adalah hasil dari adaptasi manusia terhadap lingkungan budayanya.
4.2 Saran
Praktik keperawatan peka budaya harus menjadi bagian dari program atau kurikulum pendidikan mulai dari jenjang diploma, sarjana dan magister keperawatan. Sehingga aplikasinya nanti perawat dapat melaksanakan asuhan keperawatan peka terhadap budaya klien atau pasien, dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaannya inilah perawat harus bisa menganalisis atau mengkategorikan bahwa budaya klien tersebut sesuai tidak dangan asuhan keperawatan yang diberikan. jika sesuai budaya yang seperti ini dapat dipertahankan (preservation/maintenance) untuk membantu proses penyembuhan, namun kalau budaya tersebut tidak sesuai atau bertentangan dengan proses penyembuhan maka harus diperbaiki (restructuring/repatterning). Begitu juga jika budaya yang dibawa klien ini ada pengaruh yang positif dan ada juga yang berdampak negatif terhadap proses penyembuhan maka hal yang seperti ini harus dipilah antara yang diakomodasi dan negosiasi.


Daftar Pustaka
????.-.???